Travel Agent Terancam Gulung Tikar di Tengah Pandemi Covid-19

Industri pariwisata selama ini menjadi pilar yang diandalkan menunjang perekonomian dan pariwisata Indonesia. Namun, saat ini menjadi sektor yang paling terpukul dengan merebaknya wabah virus corona (Covid 19). Dari data International Air Transport Association (IATA), tercatat volume penjualan tiket penerbangan turun lebih dari hampir 95% dalam periode 26 Januari hingga 24 April 2020.

Pengurangan besar besaran frekuensi penerbangan serta semakin banyaknya negara yang melakukan lockdown wilayah secara parsial atau keseluruhan mengakibatkan terjadinya minus billing atau nominal tiket yang dikembalikan/dibatalkan lebih besar dari penjualan tiket. Akibatnya, saat ini banyak maskapai yang pada akhirnya berhutang kepada agen perjalanan (travel agent). "Kondisi ini tidak hanya mengganggu cashflow travel agent, juga membahayakan bagi konsumen. Klien korporasi atau pemerintah yang memiliki tempo kredit dengan travel agent umumnya enggan membayar tiket pesawat yang di refund, sedangkan travel agent harus memproses refund kepada maskapai yang memakan waktu kurang lebih 2 3 bulan," ungkap Ketua Komite Tetap Parawisata Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta, Amien Balubaid, Selasa (21/4/2020).

Amien Balubaid mengatakan, persoalannya adalah seluruh maskapai saat ini mengalami kesulitan likuiditas akibat minimnya angka penjualan dan masih terbebani dengan biaya operasional seperti gaji karyawan, sewa parkir pesawat, maintenance pesawat, dan lain lain. Akibatnya, maskapai cenderung sampai melakukan pengembalian tiket dengan menggunakan voucher refund dan juga maskapai tanpa memberikan kejelasan pengambalian (maskapai internasional) atau top up deposit (maskapai domestik). Penggunaan voucher refund ini membantu maskapai untuk menghemat uang kas yang harus dikeluarkan. Dengan kata lain, konsumen diharuskan untuk menunda perjalanan dan tidak membatalkan perjalanan.

Akan tetapi, jelas Amien Balubaid, hal ini menjadi masalah karena konsumen bisa saja mengalami masalah dengan usahanya akibat Covid 19, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan di kemudian hari. Konsumen yang merencanakan bepergian untuk keperluan dinas juga mungkin saja sudah tidak lagi bekerja di perusahaan yang sama, atau bisa jadi kegiatan yang akan mereka lakukan akan diadakan di kota lain di mana tidak ada penerbangan dengan maskapai tersebut. Top up deposit pun mengendap di rekening bank maskapai dan tidak dapat diuangkan oleh travel agent. Amien pun menyampaikan kalau dirinya sudah menyurati maskapai penerbangan internasonal maupun domestik untuk masalah ini.

Namun, Ketua deputi kadin DKI Jakarta ini tidak mendapatkan jawaban jelas terkait permohonan agar dana tersebut kembalikan ke rekening travel agent. "Bagaimana jika maskapai tidak sanggup bertahan menghadapi gempuran kesulitan selama pandemi Covid 19? Apakah ada jaminan bagi pemegang voucher refund, maupun bagi pengusaha travel agent, uang tiket akan dikembalikan utuh?" tutur Amien Balubaid, yang sekaligus CEO Balubaid Group Indonesia (Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia Balubaid tour & travel). Dikatakannya, yang terjadi sebelumya di beberapa maskapai ketika mereka berhenti beroperasi seperti Linus Air, Batavia Air, Adam Air, seluruh dana refund konsumen dan top up deposit tidak dikembalikan kepada yang berhak yaitu konsumen dan travel agent.

Puluhan miliar uang milik konsumen dan travel agent seolah olah dianggap bagian dari aset karena mengendap di rekening bank maskapai. "Sangat disayangkan, baik konsumen maupun travel agent menjadi yang paling dirugikan dalam hal ini, maskapai penerbangan beroperasi bermodalkan uang milik konsumen dan travel agent, kami minta pemerintah turut aktif membantu travel (agent) agar mereka mendapat kejelasan untuk terut proaktif," ujar Amien.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *